MANADO, SorotanNews.com — Pelaksanaan Pemilu serentak 2024 sudah di depan mata. Berbagai tahapan pun sedang dan sementara dijalankan KPU. Potret negatif pemilu 2019 sedapat mungkin tidak terulang kembali. Hal itu diingatkan Pengamat Politik Universitas Sam Ratulangi Manado Ferry Daud Liando, saat tampil menjadi narasumber FGD Gerakkan Mahasiswa Mengawal Pemilu 2024 yang digelar BPC GMKI Manado di Aula Kantor Walikota Manado, Jumat (02/06) siang tadi.

Akademisi yang concern terhadap isu-isu demokrasi dan kepemiluan itu menyebutkan pengalaman pemilu 2019, terdapat banyak penyimpangan maupun kejahatan yang dilakukan oleh berbagai pihak guna memenuhi ambisi berkuasa.


Menurutnya kejahatan itu telah menyimpang dari nilai-nilai pancasila.


Liando merinci sejumlah kejahatan pemilu yang dimaksud diantaranya aksi para caleg menyuap pemilih, aksi para ASN dan aparat menjadi tim relawan caleg, penyebaran berita bohong, politisasi sara, dugaan manipulasi suara yang melibatkan caleg dan petugas penyelenggara.

Guna menghindari praktik-praktik pemilu yang memilukan nan buram itu, mantan Korwil Wilayah X PP GMKI itu mengingatkan pemilu 2024 perlu mengedepankan prinsip-prinsip pancasila.

“Pertama Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila pertama ini mewajibkan semua stakeholeder memaknai pemilu adalah ibadah,” ungkap Liando.

Ia menjelaskan jika pemilu adalah ibadah maka tidak mungkin ada satupun pihak yang berlaku curang.


Kedua sila kemanusiaan yang adil dan beradab. Menurutnya sila ini mewajibkan pemilu lebih manusiawi.

“Tidak saling menghina atau saling memfitnah, tidak saling mencelakai atau menjatuhkan, menghindari penyebaran berita-berita bohong, menghindari politisasi SARA, serta saling menghormati baik dengan kawan maupun dengan lawan,” urai Liando.

Penanggung jawab program studi tatakelola kepemiluan Pasca Sarjana Unsrat itu menyebutkan sila ketiga
persatuan Indonesia mengharuskan para pihak tidak boleh menjadi pemecah belah, adu domba serta mengobarkan rasa kebencian dan permusuhan.

Baginya pemilu harus jadi sarana integrasi bangsa.

Sementara keempat sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan mengandung makna bahwa pemilu itu adalah sarana kedaulatan rakyat.

“Tidak boleh ada satu pihakpun yang merampas kedaultan itu dari rakyat. Rakyat harus diberikan kebebasan untuk memilih siapa yang ia percaya,” timpalnya.

Mengitimidasi rakyat lewat politik uang atau politisasi identitas akan kata Liando justru menghilangkan kedaulatan pemilu itu dari rakyat.

“Kelima sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila ini mengandung makna bahwa baik parpol, penyelenggara maupun pemilih harus berlaku adil. Dalam hal pelayanan pemilih atau peserta pemilu masing-masing penyelenggara harus berlaku adil,” tukasnya menutup.

Selain Liando tampil juga sebagai narsum
Ketua DPD PIKI Sulut Maurits Mantiri yang juga merupakan Walikota Bitung, Ketua Umum PP GAMKI Sahat Sinurat dan Korwil GMKI Sulut Marcho Rampengan. (*)