AMURANG, SorotanNews.com — GRUP media sosial Tewasen Torang pe kampung dibanjiri aksi protes warga setempat. Warga memprotes langkah pemerintah desa yang terkesan lamban dalam menangani kelangkaan air bersih. Dalam postingan di media sosial warga menyebut sudah berhari-hari menunggu tapi persoalan ketersediaan air bersih belum mendapat penanganan serius. Seperti yang di-posting akun Violet Zhe.
“Ini air bersih sampe kapan kang mo jadi,” tanya akun dimaksud.
Ia melanjutkan warga setempat sudah mengalami krisis air bersih.
“so siksa kasiang ini momasa, mandi, WC so nda ada aer sama skali,” lanjutnya.
Warga berharap pemerintah desa untuk memprioritaskan penanganan air bersih sehingga warga tak harus menunggu berhari-hari untuk mendapatkan pasokan air bersih.
Postingan Violet She ini langsung dibanjiri komentar beragam. Ada yang menimpali aksi kurang peduli pemerintah desa terhadap krisis air bersih justru menjadikan warga setempat kembali ke jaman baheula.
“Ya kalau pemerintah belum memberikan jawaban sampai kapan penanganan persolan ini, berarti kembali ke batimbajo. Semoga cepat diperbaiki supaya aman samua,” timpal akun jonyrempowatu.
Penelusuran media ini, krisis air bersih di Desa Tewasen memang sudah terjadi berhari-hari. Informasi diperoleh penyebabnya adalah kerusakan mesin pompa air. Pemerintah Desa melalui pengelola telah berupaya memperbaikinya namun hingga kini belum juga tuntas.
Lantas darimana warga mendapat pasokan air untuk kebutuhan rumah tangga?
“Kami terpaksa harus membeli air kemasan/gelon untuk keperluan mandi, memasak dan lain-lain,” aku sumber resmi media ini.
Pengelolaan air bersih
Pengelolaan air bersih di Desa Tewasen sepenuhnya dikelola pemerintah desa. Kendati begitu, anggaran untuk pengelolaan air bersih tidak diambil dari dana desa, tetapi melalui iuran yang ditagih dari setiap warga. Besaran iuran per bulan masing-masing warga dipatok merata lima puluh ribu. Data diperoleh, ada sekira 250 Kepala Keluarga (KK) yang terdaftar sebagai penerima manfaat air bersih. Artinya berdasarkan tarif iuran sebesar Rp 50.000,- dikonversikan dengan jumlah pelanggan sebanyak 250 KK maka total iuran yang diperoleh setiap bulan adalah Rp12.500.000,-. Seharusnya dengan kondisi keuangan yang cukup semacam itu, maka pengelolaan air bersih yang ditangani oleh pemerintah desa setempat harusnya profesional.
Akun dengan nama Reiner Tumuju meminta agar Pemerintah Desa tranparan dalam pengelolaan air bersih. Ia berharap pemerintah desa bisa memanfaatkan grup-grup media sosial warga sebagai saluran informasi.
“Setiap bulan pemasukkan dari konsumen air berapa? Pengeluaran untuk dua karyawan termasuk pemeliharaan berapa? Saldo akhir setiap bulan berapa? Harus transparan supaya tidak ada dusta diantara pengelola dan masyarakat,” harapnya.
Sementara itu, Hukumtua Tewasen saat dikonfirmasi mengaku bahwa persoalan krisis air bersih disebabkan karena mesin pompa mengalami kerusakan.
“Kita sementara melakukan upaya perbaikan,” jawabnya menanggapi protes warga.
Perihal iuran, menurutnya dari 200 pelanggan tidak semuanya menyetor tepat waktu.
“Dari total iuran kita gunakan untuk membayar honor pengelola. Untuk dua pengelola masing-masing Rp2.750.000,- jadi totalnya Rp5.500.000 untuk dua orang. Kemudian pembelian pulsa listrik setipa Minggu sebesar Rp1 juta. Dalam sebulan ada empat kali pembelian pulsa,” timpalnya.
Ia meminta masyarakat untuk bersabar. Pemerintah Desa tengah berupaya menyelesaikan persoalan air bersih. (*)
Tinggalkan Balasan