AMURANG, SorotanNews.com – Di tengah gejolak harga yang kerap membuat pusing, secercah kabar baik datang dari pesisir selatan Sulawesi Utara. Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel) berhasil membukukan angka inflasi tahunan terendah di seluruh provinsi, menyentuh angka 0,24 persen pada Agustus 2025. Angka ini jauh di bawah rata-rata inflasi tahunan Sulawesi Utara yang mencapai 0,94 persen, menjadikannya ‘jawara’ dalam menjaga stabilitas ekonomi lokal.
Data mengejutkan ini dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Utara, yang sekaligus mencatat Kota Kotamobagu sebagai wilayah dengan inflasi tertinggi (1,61 persen). Penurunan signifikan ini bak napas segar bagi daya beli masyarakat, mengingat inflasi, yang merupakan kenaikan harga barang dan jasa secara umum, melambat drastis.
Manfaat di Balik Angka Kecil
Inflasi yang terkendali, bahkan cenderung menurun, adalah kabar baik yang dampaknya langsung terasa di dapur rumah tangga. Ketika laju kenaikan harga melambat—atau bahkan terjadi deflasi—daya beli masyarakat cenderung menguat.
“Penurunan inflasi yang terkendali dapat mendukung pertumbuhan ekonomi, karena menjaga daya beli masyarakat, meringankan biaya usaha, dan memberi kepastian bagi investasi,” demikian penjelasan BPS Sulut mengenai pentingnya stabilitas harga. Stabilitas ini tak hanya menenangkan konsumen, tetapi juga menarik investasi karena iklim usaha menjadi lebih pasti.
Kunci Sukses dari Minsel
Keberhasilan Minsel menekan inflasi tak datang tiba-tiba. Menurut Bupati Minahasa Selatan, Franky Donny Wongkar, SH., capaian ini adalah buah dari kerja keras dan sinergi Pemerintah Kabupaten bersama FORKOPIMDA dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).
Bupati Wongkar mengungkapkan rasa syukurnya saat menghadiri Rapat Paripurna DPRD pada Senin, 29 September 2025. Ia menyebut bahwa usaha dan program nyata yang telah dilakukan telah memberikan dampak signifikan.
“Penurunan Angka Inflasi Di Kabupaten Minahasa Selatan dari 2,62% pada bulan Juli turun sebesar 0,24% pada bulan Agustus dan menjadi yang terendah di Provinsi Sulawesi Utara,” tegas Bupati, menyoroti penurunan drastis dalam satu bulan.
Langkah-langkah konkret yang ditempuh Minsel terfokus pada hulu ke hilir pasokan pangan:
- Pelaksanaan Gerakan Pangan Murah untuk menstabilkan harga di tingkat konsumen.
- Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan di pasar.
- Pemantauan dan Sidak Pasar oleh FORKOPIMDA untuk mencegah praktik curang.
- Gerakan Marijo Batanam yang mendorong kemandirian pangan lokal.
- Program Bantuan di bidang pertanian dan pangan.
Dengan strategi yang terarah, Minsel mampu menahan lonjakan harga yang terjadi secara umum di provinsi, terutama pada komoditas yang mendorong inflasi Sulut secara keseluruhan, seperti beras, bawang merah, dan emas perhiasan.
Berjuang di Tengah Tekanan Harga
Secara umum, BPS Sulut mencatat perkembangan harga pada Agustus 2025 menunjukkan adanya peningkatan di beberapa kelompok pengeluaran seperti makanan, minuman, dan tembakau; perumahan; dan kesehatan. Namun, penurunan indeks terjadi pada kelompok pakaian dan alas kaki, perlengkapan rumah tangga, dan transportasi.
Untuk Sulut secara keseluruhan, inflasi didorong oleh kenaikan harga beras, bawang merah, emas perhiasan, biaya perguruan tinggi, dan ikan tude. Sementara itu, komoditas seperti daging babi, cabai rawit, tomat, angkutan udara, dan kangkong justru menahan laju inflasi.
Capaian Minahasa Selatan membuktikan bahwa dengan kebijakan yang tepat dan implementasi yang serius, laju kenaikan harga dapat dikendalikan. Angka 0,24% bukan sekadar statistik, melainkan cerminan dari daya juang pemerintah daerah dalam melindungi ekonomi masyarakat kecil dari gempuran kenaikan harga. Keberhasilan ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi daerah lain di Sulawesi Utara. (dou)
Tinggalkan Balasan