AMURANG, SorotanNews.com –Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak DP3A Pemkab Minsel dr Erwin Schouten mengingatkan pentingnya perlindungan anak di era digital. Ia menyampaikan bahwa saat ini banyak anak usia dini yang sudah menggunakan gawai tanpa pengawasan orang tua, yang dapat memicu dampak negatif untuk anak tersebut.
“Berdasarkan data BPS tahun 2024, sebanyak 39,71 persen anak usia dini sudah menggunakan telepon seluler, dan 35,37 persen telah mengakses internet. Bahkan, 5,88 persen anak usia di bawah 1 tahun sudah terbiasa menggunakan ponsel,” ungkap Idham.
Ia menyoroti bahwa banyak anak dibiarkan mengakses internet secara bebas, padahal mereka sangat rentan terhadap konten-konten negatif seperti pornografi dan judi online.
Ia menyoroti bahwa banyak anak dibiarkan mengakses internet secara bebas, padahal mereka sangat rentan terhadap konten-konten negatif seperti pornografi dan judi online.
“Kadang di pasar atau tempat umum, kita lihat anak diberikan ponsel agar tenang. Tapi tanpa disadari, dari situ bisa muncul konten yang tidak sesuai usia mereka,” tambahnya.
Selain tantangan digital, Schouten juga menekankan masih tingginya angka pernikahan anak. Berdasarkan data dari Pengadilan Agama dan PN sepanjang tahun sejak 2021 terdapat banyak permohonan dispensasi nikah.
“Pernikahan di usia dini bisa berdampak serius, baik dari sisi kesehatan maupun dari aspek sosial dan psikologis anak,” tegasnya.
Ia berharap semua pihak, terutama orang tua dan masyarakat, lebih peduli terhadap tumbuh kembang dan perlindungan anak, agar generasi muda tidak terjebak dalam bahaya dunia digital maupun pernikahan usia dini.
Menurutnya bahwa anak-anak adalah tunas bangsa yang harus dijaga, dilindungi, dan dipenuhi hak-haknya.
Ia menyebutkan bahwa anak-anak saat ini menghadapi banyak tantangan, seperti kekerasan, pelecehan, pernikahan dini, penyalahgunaan teknologi, dan konten negatif di internet seperti game atau video yang tidak sesuai usia.
“Semua masalah ini menjadi tantangan besar bagi kita untuk membentuk generasi yang kuat dan berkualitas demi Indonesia Emas 2045,” ujarnya
Schouten menegaskan bahwa untuk melindungi anak, semua pihak harus bekerja sama baik pemerintah, masyarakat, sekolah, maupun keluarga.
“Kita harus menyadari bahwa anak-anak dari berbagai latar belakang kelas dan golongan memiliki hak yang sama, serta harus dilindungi dan dijaga pemenuhan hak-haknya,” pungkasnya. (*)
Tinggalkan Balasan