AMURANG, SorotanNews.com — Di ujung spektrum yang lain dan dinamika lonjakan harga, kita menemukan Kabupaten Minahasa Selatan. Wilayah yang membentang dengan garis pantai dan potensi pertanian yang kuat ini mencatatkan inflasi terendah, hanya 0,66 persen dengan IHK 109,15.

Perbedaan yang mencolok antara 1,90% di Kotamobagu dan 0,66% di Minahasa Selatan menyiratkan adanya keragaman “dapur” ekonomi di Sulut. Faktor ketersediaan pasokan lokal, kelancaran distribusi, hingga perbedaan pola konsumsi masyarakat, bisa jadi adalah resep yang membuat harga di Minsel relatif lebih stabil, menawarkan sedikit kelegaan bagi warganya.

Data ini resmi di rilis BPS Sulut untuk periode Oktober 2025.

Selain potret tahunan, BPS juga mencatat pergerakan bulanan, atau month to month (m-to-m), pada Oktober 2025. Angka inflasi m-to-m Sulut tercatat sebesar 0,12 persen. Kenaikan yang tampak tipis ini mengindikasikan bahwa laju kenaikan harga dari September ke Oktober masih cukup terkendali, tidak melonjak tajam.

Secara kumulatif sejak awal tahun, atau year to date (y-to-d), inflasi Sulawesi Utara berada pada angka 1,13 persen. Angka ini memberi gambaran tentang total kenaikan harga barang dan jasa yang telah terjadi sepanjang sepuluh bulan pertama di tahun 2025.

Inflasi memang selalu ada, layaknya bayangan yang mengikuti pertumbuhan ekonomi. Tugas utama para pemangku kebijakan, mulai dari Bank Indonesia, pemerintah daerah, hingga tim pengendali inflasi di tingkat kabupaten/kota, adalah memastikan bahwa “panas” kenaikan harga ini tetap terkendali, tidak sampai membakar habis daya beli masyarakat.

Pada akhirnya, angka inflasi ini bukanlah akhir dari cerita. Ia adalah penanda, sebuah cermin yang merefleksikan bahwa pasar memang selalu mengalami distorsi tapi pemerintah hadir untuk memberikan koreksi. Semangat inilah yang ditunjukkan Pemkab Minsel dibawah kepemimpinan duo top eksekutif Bupati Frangky Wongkar dan Wakil Bupati Theodorus Kawatu. Bagi mereka pemerintah tidak hadir di ruang hampa tapi kehadirannya memberi makna bagi kepentingan kesejahteraan masyarakat.

Dengan strategi yang terarah, Minsel mampu menahan lonjakan harga yang terjadi secara umum di provinsi, terutama pada komoditas yang mendorong inflasi Sulut secara keseluruhan.

Capaian Minahasa Selatan membuktikan bahwa dengan kebijakan yang tepat dan implementasi yang serius, laju kenaikan harga dapat dikendalikan. Angka 0,6 persen bukan sekadar statistik, melainkan cerminan dari daya juang pemerintah daerah dalam melindungi ekonomi masyarakat kecil dari gempuran kenaikan harga. Keberhasilan ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi daerah lain di Sulawesi Utara. (dou)