AMURANG, SorotanNews.comDinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel) memberikan klarifikasi resmi dan membantah keras tudingan praktik pungutan liar (pungli) terkait retribusi pengangkutan dan pembuangan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Tudingan yang sempat viral dan beredar luas di media sosial ini menyudutkan salah satu pegawainya, Bendahara penerimaan Margareth, atau yang akrab disapa Ega.

Ega menegaskan bahwa informasi yang menyebut dirinya melakukan pungli atas inisiatif pengangkutan sampah yang diajukan oleh seorang gembala, Petrus/Materjedi Yondrias Petrus Moedari, adalah informasi yang salah dan cenderung fitnah.

“Kami tegaskan, ini bukan pungli. Apa yang kami sampaikan adalah ketentuan yang memang diatur dalam peraturan daerah terkait retribusi pembuangan sampah di TPA,” ujar Ega saat dihubungi oleh redaksi, Sabtu (6/12) akhir pekan tadi.

Ega kemudian memaparkan kronologi detil terkait permohonan inisiatif pengelolaan sampah yang disampaikan oleh tokoh agama tersebut.

“Waktu itu beliau datang menyampaikan permohonan bahwa sampah di daerah Kecamatan Tompaso Baru Maesaan dan Ranoyapo akan diangkut menggunakan mobil pribadinya. Sampah tersebut rencananya akan dibawa ke TPA,” ungkap Ega.

Menurutnya, Gembala Petrus juga meminta rekomendasi atau surat keterangan sebagai legitimasi kepada masyarakat di sana. Pihak DLH menyambut baik dan menyampaikan apresiasi tinggi atas inisiatif tersebut.

“Kami sangat berterima kasih ada masyarakat yang punya inisiatif terhadap pengelolaan sampah,” katanya.

Namun, dalam diskusi tersebut, pihak DLH menjelaskan perihal ketentuan pengelolaan sampah sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Minsel Nomor 1 Tahun 2024 perihal Pajak Daerah dan Retribusi. Khususnya, Pasal 82 yang menyatakan bahwa Pelayanan kebersihan meliputi penyediaan lokasi pembuangan/pemusnahan akhir sampah, yang dikenakan retribusi.

Permohonan ini kemudian ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Surat Keterangan dari Kepala Dinas Lingkungan Hidup tertanggal 25 November untuk kelancaran pengelolaan persampahan yang akan dilaksanakan oleh Gembala Petrus.

Ega menjelaskan, Gembala Petrus selanjutnya memohon penjelasan terkait kewajibannya untuk membayar retribusi kebersihan, yang kemudian dijelaskan oleh Ega sesuai Perda Retribusi.

Pada Kamis, 6 Desember, Gembala Petrus menghubungi melalui pesan singkat (chat) meminta daftar tarif retribusi.

“Kami kemudian kirimkan list klasifikasi tarif retribusi berdasarkan pengelompokannya,” jelas Ega.

Untuk klasifikasi yang diajukan, DLH Minsel memasukkannya dalam kategori Umum 3 dengan tarif per bulan Rp 650.000. Klasifikasi ini didasarkan pada keterangan Gembala Petrus yang mendaftar untuk pengangkutan sampah dari 70 rumah yang rencananya akan dikenakan biaya oleh gembala sebesar Rp 30.000 per bulan kepada warga.

Saat menerima tarif tersebut, Gembala Petrus disebut keberatan dan meminta keringanan dengan mengajukan tarif sebesar Rp 200.000.

“Kami jelaskan, kalau tarif Rp 200 ribu itu adalah kategori sampah untuk gerai seperti Indomaret dan Alfamart yang memang klasifikasinya berbeda,” tegas Ega.

Ega menuturkan, chattingan inilah yang kemudian disebarkan seolah-olah terjadi negosiasi pungli, padahal itu merupakan penegasan dan penjelasan mengenai ketentuan peraturan daerah berkaitan dengan retribusi.

“Sebenarnya apa yang saya sampaikan sudah sesuai regulasi dan sudah dipahami Gembala Petrus,” tandasnya.

Sebagai orang yang ikut menjadi korban informasi negatif semacam itu Ega mengaku kesal dan menyayangkan adanya informasi liar dan cenderung fitnah yang menyebar di ruang publik.

Pihaknya berharap kepada yang bersangkutan (gembala) untuk segera memberikan klarifikasi yang benar di media sosial, mengingat narasi tersebut berasal dari Gembala Petrus Pinaesaaan.

“Kami berharap yang bersangkutan untuk memberikan klarifikasi, atau kami akan melaporkan ini sebagai pencemaran nama baik,” pungkas Ega.

Ega menambahkan, tindakan menyebar screenshot pembicaraan di WhatsApp tanpa izin dan menyebarkan untuk membentuk narasi fitnah sudah termasuk kategori pelanggaran Undang-Undang ITE Pasal 27 ayat (3) serta Pasal 310 dan 311 KUHP. (*)