AMURANG, SorotanNews.com — Manajemen PT Kelapa Jaya Lestari (KJL) dianggap keterlaluan. Perusahaan tepung kelapa yang beroperasi di Desa Kapitu Kecamatan Amurang Barat Minahasa Selatan itu rupanya belum mengantongi izin produksi tapi sudah melakukan kegiatan produksi sejak September 2024 silam. Hal ini terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar DPRD Minahasa Selatan bersama sejumlah stakeholder terkait seperti Dinas Lingkungan Hidup, PTSP, Dinkes dan Disnakertrans, Senin (18/05) hari ini.

Dalam hearing yang melibatkan lintas Komisi II dan III itu terungkap PT KJL justru tidak menganggap surat pemberitahuan penghentian kegiatan yang dikeluarkan pihak Dinas Lingkungan Hidup Pemprov Sulawesi Utara tertanggal 20 Maret 2025 menyusul dikeluarkannya surat pemberitahuan penghentian pembuangan limbah di medium oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Minahasa Selatan pada Februari 2024 silam.

“ini sudah jelas-jelas ada surat resmi yang dikeluarkan lembaga pemerintah berdasarkan hasil kajian dan analisa tapi kenapa masih melakukan produksi,” tanya Ketua DPRD Minsel Stefanus DN Lumowa mencecar.

Politisi PDIP yang dikenal getol berjuang untuk kepentingan publik itu menyayangkan sikap PT KJL yang belum memenuhi standar operasional dan ketentuan teknis operasional perusahaan tapi sudah beroperasi.

“Ini kan mereka belum mengantongi izin produksi. Prosesnya masih sementara tapi sudah berani melakukan produksi. Dengan alasan uji coba,” sorot Lumowa.

Ia meminta pihak pemerintah daerah melalui instansi terkait seperti dinas lingkungan hidup dan PTSP untuk memastikan apakah semua proses perizinan sudah dikantongi pihak KJL.

Akan hal itu Kepala Dinas Lingkungan Hidup Roi Sumangkut menegaskan sampai saat ini PT KJL belum memiliki izin produksi.

“Sampai saat ini belum ada persetujuan teknis pembuangan limbah cair dan emisi. Prinsipnya masih menunggu pertek,” timpal Sumangkut.

Kendati demikian, Sumangkut menjelaskan sebelum hadir undang-undang ciptaker dan PP teknis pihak perusahaan sudah punya izin lingkungan. Itu pada Januari 2020. Waktu belum ada syarat hal-hal lain. Menurut Sumangkut seharusnya sebelum beroprasi perusahaan harus mengurus izin pengolahan limbah cair dan LD3.

“Nah ketika hadirnya UU 11 tahun 2020 tentang ciptaker. Proses perizinan berubah. Menjadi proses perizinan berusaha,” terangnya.

Pihak PT kata dia wajib validasi semua dokumen perizinan. Menyesuaikan dengan Sistem OSS.

“Berbasis resiko. Resiko tinggi rendah dan sedang. Yang pasti sampai saat ini perusahaan belum ada persetujuan pembuangan limbah cair dan emisi,” tandasnya kembali.

Di sisi lain Ketua DPRD juga mengungkapkan fakta menyeruak saat melakukan sidak ke PT KJL pada 10 Mei pekan lalu. SDNL yang turun bersama rombongan DPRD mendapati dugaan pengelolaan limbah yang tidak memadai.

Bahkan menurutnya saat tiba di areal perusahaan bau busuk menyengat. Yang diduga kuat itu disebabkan instalasi pengelolaan limbah yang asal-asalan.

“Dari hasil ditemui di lapangan ada pembuangan dari perusahaan yang isinya air berbau menyengat. Berlapis kapur dan busa,” ungkap Lumowa.

Masuk di dalam areal PT KJL ditemukan Bak limbah dan jaringan pembuangan limbah didapati belum sesuai standar.

“Ada selokan terbuka yang diduga saluran pembuangan limbah,” ketusnya.

Anehnya lagi, ditemukan Bak limbah selokan pembuangan debit air kecil. Dibandingkan di kondisi pembuangan yang didapati di sekitar perumahan.

“Bak limbah tidak berfungsi maksimal. Debitnya besar di selokan dari pada bak limbah,” tandasnya.

Menurutnya semua fakta yang ditemukan saat sidak itu didokumentasikan secara baik dan utuh.

Tidak hanya soal IPAL Ketua DPRD juga menyoroti soal karyawan/pekerja yang tidak dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD) yang sesuai standar keselamatan bekerja.

“Temuan yang lain tenaga kerja yang ada belum sesuai standard. Untuk pakaian atau apd. Bahkan celana pendek. Tidak memakai sepatu. Harusnya perusahaan besar standarnya sesuai SOP,” kritiknya.

Hal serupa juga disoroti anggota DPRD lainnya. Semisalnya Andris Rumondor. Legislator Demokrat itu mempertanyakan soal tenggat waktu masa uji coba produksi yang dilakukan pihak perusahaan.

“Ini seharusnya dijelaskan. Masa uji coba itu berapa lama. Supaya jelas,” tanya Rumdondor yang langsung ikut ditimpali Ketua DPRD.

“Ini sudah bukan ujicoba lagi. Apalagi sudah berjalan delapan bulan sejak September 2024,” timpal Lumowa.

Menurutnya fakta yang ditemukan di lapangan justru sebaliknya bulan lagi ujicoba tapi memang sudah produksi.

“Saat turun lapangan kami dapati produknya sudah siap dipasarkan. Bahkan ada dua kontener berukuran besar yang sementara melakukan loading untuk dipasarkan hasil produksi yang ada,” sebutnya.

Mengenai sorotan pihak DPRD PT KJL melalui perwakilannya mengaku bahwa perusahaannya memang beroperasi sejak akhir September 2024.

Perihal surat pemberitahuan penghentian kegiatan yang dilayangkan Dinas Lingkungan Hidup Propinsi menurut pihak KJL sudah diberi tanggapan.

“Kami sudah merespons dan memberikan tanggapan sebagaimana waktu yang diberi selama dua Minggu,” Jawab perwakilan PT KJL.

Di sisi lain sebagai wakil rakyat menurut Lumowa DPRD bersikap profesional dan mendukung investasi untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat, tapi tidak boleh mengabaikan kepentingan publik.

“Jadi pihak perusahaan jangan hanya mengejar profit. Tapi abai terhadap dampak sosial. Ini yang mesti menjadi perhatian bersama,” ingatnya.