AMURANG –KEBIJAKAN kontroversi penggantian 28 penjabat Hukumtua (Kepala desa) oleh Pejabat Sementara (Pjs) Bupati Minahasa Selatan Mecky Onibala berbuntut panjang.
Gelombang protes dan aksi penolakan pun terus berlanjut. Setelah sebelumnya warga dari dua desa. Tumpaan Satu Kecamatan Tumpaan dan Pinapalangkow Kecamatan Suluun Tareran, menggelar aksi penolakan di Kantor Bupati, Sabtu (16/10) pekan lalu.
Selasa (20/10) hari ini giliran warga dari 8 desa yang penjabat Hukumtua diganti mendatangi Kantor Bupati.
Sekelompok warga yang berjumlah sekira ratusan orang itu, merupakan perwakilan dari Desa Liningaan, Tumani Selatan, Lowian Satu, Pinaesaan, Raratean, Torout, Kinalawiran, dan Lolombulan Makasili.
Kedatangan warga yang melakukan aksi penolakan penggantian Hukumtua itu diterima langsung assisten I bidang pemerintahan Frangky Tangkere bersama Assisten III Pemkab Minsel Ever Poluakan.
“Kami mau ketemu pak Pjs Bupati. Untuk mempertanyakan dasar penggantian Hukumtua. Karena kebijakan ini sudah menimbulkan kegaduhan. Apalagi ujungnya mengakibatkan dualisme pemerintahan di desa,” ungkap Robby Sumanti perwakilan desa Pinaesaan.
Secara tegas Sumanti mengatakan bahwa pihaknya menolak penggantian Hukumtua yang dilakukan Pjs Bupati Mecky Onibala.
“Kami sangat kecewa. Ternyata pak Pjs Bupati tidak ada. Padahal kami warga mau bertemu secara langsung mempertanyakan kebijakan yang kontroversi ini. Apalagi di masyarakat beredar informasi bahwa penjabat Hukumtua sudah diganti. Oleh karena itu kami bertanya kalau benar sudah diganti mana SK-nya. Kapan dilantik proses serahterima dilakukan di mana? Karena sampai sekarang tidak pernah kami saksikan hal tersebut,” tegasnya.
Hal senada diungkapkan tokoh masyarakat Desa Torout Kecamatan Tompaso Baru Saidi Tabo. Malah dia menyebutkan penggantian Hukumtua di desanya bisa berujung pada konflik sosial akibat dualisme pemerintahan.
“Ini bagaikan api dalam sekam. Tinggal menunggu waktu. Kalau ini dibiarkan berpotensi terjadi gesekkan. Oleh karena itu kami meminta pak Pjs Onibala untuk bertanggung jawab. Tidak bisa dibiarkan begitu saja,” tandas Tabo.
Secara tegas dia pun mengatakan pihaknya menolak penggantian penjabat Hukumtua sebab tanpa melalui proses dan mekanisme yang betul.
“Saya mau tegaskan. Pernyataan Pjs Bupati bahwa ada kekosongan Hukumtua itu tidak benar. Selama ini kita sudah memiliki penjabat Hukumtua. Dan tidak pernah ada persoalan sama sekali di desa. Lantas apa alasannya dilakukan penggantian. Ini namanya omong kosong,” sebutnya.
Menjadi pemimpin di era transisi menurut Tabo harusnya bijaksana.
“Kita sedang menghadapi pilkada. Tentu dengan derajat tensi publik yang lagi naik. Tolonglah jangan buat kebijakan yang kontroversi. Akibatnya rakyat yang sengsara,” katanya.
Di sisi lain pernyataan penolakan terhadap penggantian Hukumtua juga dilontarkan masyarakat Tumani Selatan Rafli Sinenkeyan (Pizok). Dia akibat dualisme pemerintahan di desanya membuat warga bingun mau mengurus administrasi di desa.
“Kami kebingungan. Sebenarnya Hukumtua yang sah yang mana. Sebab kalau benar sudah dilakukan penggantian kenapa kami warga tidak pernah melihat proses pelantikannya. Bahkan serahterima jabatan pun tidak pernah dilakukan. Ini maksudnya apa. Pak Pjs jangan membuat kekacauan administrasi tata pemerintahan di desa,” harap Rafli.
Akan hal itu assisten I bidang pemerintahan Frangky Tangkere berjanji akan menyampaikan aspirasi masyarakat langsung ke Pjs Bupati.
“Semua aspirasi ini akan kami sampaikan. Sehingga secepatnya bisa dicarikan solusi untuk kepentingan stabilitas pemerintahan di masing-masing desa yang ada,” jawab Tangkere.
Diketahui kedatangan warga ke Kantor Bupati memang tujuan utamanya ingin bertemu langsung dengan Pjs Bupati Onibala. Sayangnya hingga kini Onibala tak kunjung ditemui.
Informasi diperoleh Pjs Bupati sedang bertugas di Kota Manado. (*)
Tinggalkan Balasan