AMURANG, SorotanNews.com— Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan melaksanakan penghentian penuntutan berdasarkan Restorative Justice (RJ) perkara penganiayaan yang dilakukan tersangka Stinky Manopo terhadap korban Melky Tumigolang, Kamis (25/03) kemarin. Tersangka Stinky sendiri diketahui dijerat Pasal 351 Ayat 1 KUHPidana.


Keputusan RJ yang dikeluarkan Kepala Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan itu didasarkan pada langkah perdamaian yang ditempuh tersangka dan korban.

Kepala Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan Budi Hartono melalui Kepala Seksi Intelijen menjelaskan Kedua belah pihak telah sepakat berdamai dan upaya perdamaian itu berlangsung, Senin (14/03) pekan lalu.

“Di mana korban Melky Tumigolang memaafkan perbuatan dan kesalahan tersangka dengan ikhlas dan lapang dada. Apalagi ternyata mereka masih ada hubungan pertemanan sekaligus tetanggaan. Pun sebaliknya dengan tersangka mengaku menyesali perbuatannya dan meminta maaf,” ungkap Kastel Aldy Hermon melalui rilis yang diterima redaksi ini.

Pihak Kejaksaan menjelaskan permohonan RJ pada perkara ini dikabulkan selain karena tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana yang dilakukan tersangka diancam pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun. Kemudian pertimbangan sosiologis, dan respon masyarakat yang positif

“Jadi melalui mediasi dan fasilitasi yang dilakukan pihak Kejaksaan maka kesepakatan perdamaian antara pihak korban dan tersangka boleh terjadi, dengan syarat yang disanggupi tersangka yakni memberikan ganti rugi dan kompensasi biaya berobat kepada korban sebesar Rp. 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah) dan telah di terima oleh korban,” urai Hermon.

Maka berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restorative Justice dimana di dalam UU Kejaksaan RI Nomor 11 tahun 2021 telah diatur secara tegas kewenangan Kejaksaan dalam mediasi penal sebagai landasan restorative justice.

Menurut Hermon langkah penghentian Penuntutan berdasarkan RJ bukan berarti Kejaksaan RI mentolerir perbuatan jahat tetapi ada treatment yang lebih arif dan adil dalam proses penegakan hukum.

“Semua perkara yang diajukan untuk diselesaikan dengan restorative justice telah terpenuhi unsur pidananya. Kejaksaan menggunakan hak oportunitas untuk tidak mengajukan penuntutan melalui pengadilan namun mengunakan instrumen mediasi penal restorative justice dalam mengedepankan penegakkan hukum yang bermanfaat,” tandasnya.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbanhan hukum semacam itulah sehingga perkara pidana atas nama tersangka STINKY MANOPO dinyatakan ditutup demi hukum dan tidak dilanjutkan ke tahap persidangan.

Diketahui Perkara Restorative Justice tersebut, telah dilakukan ekspose perkara pada hari Jumat tanggal 25 Maret 2022, oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara Edi Birton, S.H., MH, Asisten Tindak Pidana Umum Jeffry Maukar, S.H., M.H, Koordinator pada Kejati Sulawesi Utara, Kepala Seksi Oharda Cherdjariah, S.H., M.H, Kasi TPUL dan Kamnegtibum dan Kepala Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan Budi Hartono, S.H., M.Hum didampingi Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Wiwin B. Tui., S.H, Kasubsi Penyidikan Hari Andi Sihombing, S.H selaku Penuntut Umum serta Jaksa Fungsional Andika Esra Awoah, S.H secara virtual dengan Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H., M.H., Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum.


Kronologis kejadian Penganiayaan

BERMULA saatkorban bersama dengan skais BILI WATANIA, saksi GIO KINDENGAN, tersangka dan beberapa rekan lainnya didepan rumah Keluarga KATUPAYAN – SANGKOY kemudian korban menanyakan kepada tersangka mengapa mengirim pesan kepada pacar korban namun tersangka mengelak sehingga terjadi saling cekcok antara korban dan tersangka lalu tersangka langsung menampar korban dengan telapak tangan mengena di wajah korban kemudian tersangka menendang/menyiku dengan lutut kakinya mengena di perut korban sehingga korban langsung duduk dan merasakan sakit didalam perut korban lalu datang rekan korban saksi GIO KINDENGAN mengantar pulang korban kemudian dibawah ke Rumah Sakit.


Motif tersangka melakukan penganiayaan karena tersangka merasa dicurgai oleh korban ada hubungan dengan pacar korban sehingga tersangka marah dan langsung menganiaya korban.


Terwujudnya perdamaian : karena Jaksa sebagai Fasilitator mencoba mendamaikan dengan cara mempertemukan kedua belah pihak yang disaksikan oleh Perangkat Desa, Keluarga Korban dan Keluarga tersangka, yang hasilnya tersangka meminta maaf atas kesalahan dan perilaku yang tidak pantas dan tidak layak yang dilakukan tersangka dengan menganiaya saksi korban dengan cara menampar korban dengan telapak tangan mengena di wajah korban kemudian tersangka menendang/menyiku dengan lutut kakinya mengena di perut korban sehingga korban langsung duduk dan merasakan sakit didalam perut korban dan saksi korban sudah memaafkan tersangka sehingga kami berpendapat untuk Menghentikan Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif sehingga perkara tidak perlu dilimpahkan ke Pengadilan.
Pelaksanaan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif dilaksanakan oleh tersangka dan saksi korban yang disaksikan oleh Keluarga Korban, Tokoh Masyarakat, Penyidik serta Fasilitator maupun Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan.


Dari perkara tindak pidana umum yang dilakukan Ekspose tersebut, Jaksa Agung Tindak Pidana Umum Bapak Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H., M.H., memberikan Persetujuan untuk dilakukan Restorative Justice dan selanjutnya akan dilakukan Penghentian Penuntutan oleh Kejaksaan Negeri yang bersangkutan. Bahwa perkara Tindak Pidana tersebut dapat ditutup demi hukum dan dihentikan penuntutan berdasarkan Keadilan Restorative Justice oleh karena telah memenuhi syarat untuk dilakukan Restorative Justice. Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, sebagai perwujudan kepastian hukum.
(*)